Selasa, 30 April 2013

Hubungan Manusia Dan Kebudayaan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan)
Lalu bagaimana kita menyikapi arti dari Hubungan Manusia dengan Kebudayaan itu sendiri?
Menurut saya, manusia itu tidak pernah lepas dari adanya hubungan, dan kehidupan lingkungannya. Kita mempunyai hubungan darah, hubungan kekerabatan, hubungan antar masyarakat, hubungan diplomatic, dan lain sebagainya. Kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Apakah kita akan membuat baju yang kita kenakan itu sendiri? Apakah kita membuat kompor untuk memasak itu sendiri? Atau mungkin, apakah kita membuat lubang untuk mendapatkan air sendiri? Tentu tidak. Begitu pula dengan kebudayaan. Kita lahir di tempat yang berbeda, waktu yang berbeda, iklim yang berbeda, dan dengan keadaan yang berbeda. Berbeda tempat, berbeda pula kebudayaan yang kita ‘pegang’. Kebudayaan itu bermacam-macam, ada yang disebut kebudayaan agama, kebudayaan suku, atau bisa juga kebudayaan modern seperti yang kita kenal zaman sekarang, penuh dengan kehidupan glamour, kemewahan, dan serba mahal. Lalu, apakah hubungan antara manusia dengan kebudayaan itu sendiri?
Hubungan manusia dengan kebudayaan tentu sangat terkait. Bagaimana tidak, kebudayaan itulah yang menciptakan karakter dari manusia itu.  Sesorang yang tingkat kebudayaan dari daerah asalnya tinggal itu cenderung membawa dampak bagi kehidupan sosialnya. Sesorang yang tinggal di lingkungan yang keras, akan menciptakan mental dan jiwa raga yang kuat pula. Begitu pula sebaliknya. Seseorang ataupun bisa juga sekelompok manusia, yang hidup berdampingan dengan damai, akur, akrab, dan sejahtera, akan menimbulkan efek psikologis yang baik dan penuh dengan kehangatan. Seberapa besarkah tingkat kebudayaan itu sendiri bagi manusia? Sangat besar. Seperti contoh diatas, itu sudah sangat memberikan gambaran dari pertanyaan tersebut.

Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Yang saya baca dan saya ketahui, terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.
tidak hanya itu saja, hubungan antara manusia dengan kebudayaan bisa juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Sebagai manusia, kita mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai penganut kebudayaan itu sendiri, pembawa kebudayaan, manipulator kebudayaan dan bisa jadi sebagai pencipta kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. 

Manusia Indonesia dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan halangan untuk menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi, bisa dengan cara dengan penyebaran melalui perpindahan pulau. Dalam hal ini teknlogi informasi dan komunikasi yang masuk turut merubah cara kebudayaan Indonesia tersebut baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di Indonesia. 

Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke Barat-baratan (westernisasi). Seperti contohnya saja remaja-remaja yang sering ke diskotik, tempat hiburan malam, cara berpakaian, dan lain-lain. Sehingga, tidak hanya gaya hidup yang mewah dan berlebihan (menurut masyarakat awam), tetapi dapat juga mengandung arti dan makna negative. Seperti contoh, pemakaian obat-obat terlarang. Sekali seseorang terjerat di dalamnya, tidak akan bisa lepas dari jeratan tersebut. Lalu bagaimana kita menyikapinya? Tetapi tidak hal ini saja yang patut kita perhatikan. Banyak diluar sana seseorang bahkan sekelompok manusia yang masih sangat melekat dengan budayanya, sehingga susah untuk menerima budaya dari luar. Sikap ini deisebut sikap etnosentrime (kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan keunggulan/superioritas kebudayaannya sendiri dan sikap senosentrisme (sikap yang lebih menyenangi pandangan/produk asing) yang ternyata merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat terwujudnya kebudayaan nasional untuk kemajuan bangsa dan negara.

Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, media-media seperti TV, radio, dan lainya juga dapat mempengaruhi kebudayaan manusia menjadi cenderung ke arah negatif. Menonton sinetron, dan menggunakan cara berakting atau kondisi sinetron di kehidupan nyata terkadang dan bahkan sering membawa manusia untuk melakukan hal-hal
yang tidak layak untuk dilakukan.

 (merangkum sebagian isi dari http://zero-shiki28.livejournal.com/13997.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar